“Kasih dalam Perspektif Sains: Kekuatan di Balik Ketulusan”

 

"Kasih yang Tidak Mementingkan Diri Sendiri"


📖 “Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.”

(1 Korintus 13:5)

Di tengah dunia yang semakin sibuk dan bising, kita sering terdorong untuk lebih fokus pada diri sendiri — mengejar kenyamanan, menuntut perhatian, dan ingin segalanya berjalan sesuai keinginan pribadi.

Kita bisa melihat hal ini dalam berbagai situasi:

Banyak anak muda hari ini tidak lagi peduli merawat orang tuanya; mereka sulit menerima kelemahan orang lain dan merasa bahwa hanya dirinya yang layak dihormati. Beberapa bahkan rela meninggalkan keluarga demi pasangan, atau mengorbankan kesehatan dan hubungan demi ambisi pribadi.

Namun, kasih sejati justru berjalan ke arah yang berlawanan.

Kasih, sebagaimana dijelaskan dalam 1 Korintus 13, “tidak mencari keuntungan diri sendiri.” Ini bukan sekadar tentang menjadi baik hati atau murah senyum — tetapi sikap hati yang sungguh-sungguh memikirkan orang lain, bahkan saat tidak ada manfaat pribadi yang kita dapat.

Yesus Kristus adalah teladan tertinggi kasih yang tidak mementingkan diri sendiri. Dalam setiap langkah hidup-Nya, Ia tidak pernah mencari keuntungan bagi diri-Nya. Ia menyentuh orang sakit, menerima mereka yang tertolak, dan bahkan menyerahkan nyawa-Nya demi manusia berdosa. Tidak satu pun tindakan-Nya dilandasi oleh ego — semuanya adalah kasih.

Dalam kehidupan kita sehari-hari — di rumah, dalam hubungan, pelayanan, atau pekerjaan — kasih yang tidak mementingkan diri adalah kunci agar relasi tetap sehat dan bertumbuh. Ketika kita mampu menahan keinginan untuk selalu “menang”, selalu “diakui”, atau “menonjol”, di situlah kasih bekerja.

---

🌱 Kasih sejati adalah…

✔ Mau mendengarkan, meski tak didengarkan.

✔ Mau mengalah, meski punya alasan kuat.

✔ Mau memberi, meski tak diberi ucapan terima kasih.

✔ Mau diam, meski bisa membalas.

---

Tentu, kita semua tidak sempurna. Tidak mudah untuk selalu hidup dalam kasih seperti ini. Tetapi melalui doa dan pertolongan Roh Kudus, kita dimampukan untuk terus bertumbuh — bukan menjadi sempurna, tapi menjadi pribadi yang semakin penuh kasih setiap harinya.

--

🔍 Refleksi Pribadi

❓Sudahkah aku mengasihi tanpa menuntut kembali?

❓Dalam hubungan apa aku perlu belajar lebih memberi, bukan hanya menerima?

🧠 Apa Kata Sains tentang Sikap Tidak Mementingkan Diri Sendiri?

📌 Penelitian dari Harvard University menunjukkan bahwa altruism atau tindakan tanpa pamrih dapat meningkatkan rasa bahagia, menurunkan stres, dan bahkan memperpanjang usia seseorang. Saat kita menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan, otak melepaskan hormon seperti oksitosin, dopamin, dan endorfin yang dikenal sebagai hormon kebahagiaan.

📌 Peneliti di Emory University (Decety & Jackson, 2004) menyebut bahwa empati dan perhatian terhadap orang lain mengaktifkan area otak yang sama seperti saat kita mengalami kepuasan pribadi. Artinya, secara neurologis, membantu orang lain itu memberi efek “senang” yang nyata bagi otak kita.

📌 Dalam jurnal Psychological Science, disebutkan bahwa orang yang fokus membantu dan mengutamakan orang lain dalam relasi sosial memiliki tingkat kepuasan hidup dan kesehatan mental lebih tinggi, dibanding yang hanya fokus pada diri sendiri (Aknin et al., 2013).


 Kasih yang tidak mementingkan diri sendiri tidak hanya berbuah secara rohani, tetapi juga menyembuhkan secara psikologis dan biologis. Kita diciptakan untuk saling memberi, bukan hanya menerima.



Penulis
Dorlin S Naklui




📚 Daftar Sumber Pustaka Ilmiah

1. Aknin, L. B., Dunn, E. W., Whillans, A. V., Grant, A. M., & Norton, M. I. (2013).
Making a Difference Matters: Impact Unlocks the Emotional Benefits of Prosocial Spending.
Journal of Economic Behavior & Organization, 88, 90–95.
➤ Penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan prososial (seperti memberi tanpa pamrih) meningkatkan kesejahteraan psikologis.


2. Decety, J., & Jackson, P. L. (2004).
The Functional Architecture of Human Empathy.
Behavioral and Cognitive Neuroscience Reviews, 3(2), 71–100.
➤ Studi ini menjelaskan bahwa empati dan kepedulian terhadap orang lain mengaktifkan bagian otak yang memberi perasaan positif.


3. Post, S. G. (2005).
Altruism, Happiness, and Health: It's Good to Be Good.
International Journal of Behavioral Medicine, 12(2), 66–77.
➤ Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku altruistik berkorelasi dengan peningkatan kesehatan mental dan fisik.


4. Harvard Health Publishing (2010).
Health Benefits of Kindness.
➤ Artikel ini membahas bagaimana tindakan kebaikan dapat meningkatkan kadar oksitosin dan endorfin dalam tubuh, yang berdampak pada kesehatan jantung dan pengurangan stres.
https://www.health.harvard.edu



Comments